Tanaman yang digunakan Endang sebagai bahan penelitian adalah anggrek jenis Phalaenopsis amabilis atau anggrek bulan. Mwtode transfer gen yang dilakukan Endang pada dasarnya adalah meletakkan gen kunci pertumbuhan tunas. Dengan metode ini, dari satu embrio tanaman anggrek bisa dihasilkan 90 tanaman baru dengan jenis yang sama dan dengan kualitas yang sama.
“Selama ini, perbanyakan tanaman anggrek menggunakan sistem split anakan atau dengan teknik kultur jaringan. Kedua metode ini hanya menghasilkan satu anakan. Sementara dengan metode tranfer gen ini, satu embiro akan menghasilkan 90 tanaman baru. Ini terobosan baru dalam budidaya anggrek,” kata Endang Semiarti saat berbincang-bincang dengan wartawan di ruang Fortakgama UGM, Selasa (14/4).Salah satu kendala budidaya anggrek menurut Endang adalah lamanya waktu pertumbuhan. Dengan teknologi alami, atau perbanyakan anakan, anggrek bulan butuh waktu tiga tahun sampai berbunga. Dengan teknik kultur jaringan, hanya dibutuhkan waktu dua tahun. Sementara dengan metode transfer gen ini, menurut Endang, hanya butuh waktu satu tahun.
NIOC Encouraged Award 2009 merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan bersamaan acara Nagoya International Orchid Show, Jepang, ini memberikan penghargaan kepada peneliti dengan hasil penelitian terbaik tiap tahunnya. Pada even ini Endang dinobatkan sebagai pemenang pertama, mengungguli dari 159 peserta peneliti dari 36 negara diantaranya Jepang, Taiwan, Thailand, Singapura, Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya.
Endang yang meneliti anggrek sejak tahun 2001 ini mengaku prihatin dengan kondisi peranggrekan di Indonesia. Dari 20.000 jenis anggrek di dunia, 5.000 jenis diantaranya berada di Indonesia. “Dari 5.000 jenis tersebut, baru 1.500 jenis yang sudah bisa diidentifikasi. Siasanya belum sempat teridentifikasi, bahkan dikhawatirkan sudah punah sebelum sempat teridentifikasi akibat laju perusakan hutan,” ujarnya.
Menurut Endang, penelitian tentang anggrek di Indonesia sangat tertinggal dengan Taiwan, Thailand dan Singapuran. “Padahal, Taiwan dan Singapura sama sekali tidak memiliki anggrek alami. Mereka hanya memiliki teknologi,” ujarnya. Negara terkemuka di bidang peneltian anggrek, menurut Endang, adalah Taiwan. “Penelitian anggrek di Taiwan didanai oleh pemerintah,” ungkapnya.
Saat ini Endang tengah melakukan penelitian budidaya anggrek hitam yang merupakan tanaman asli Kalimantan. Penelitian dilakukan di Fakultas Biologi UGM. Menurut Endang, di habitat aslinya di Kutai, Kalimantan, populasi anggrek hitam makin menipis. Selain karena perburuan manusia juga makin menyempitnya hutan akibat penebangan atau kebakaran.
No comments:
Post a Comment